Daday, pria berusia 62 tahun, menjalani hidup yang penuh luka, baik secara fisik maupun batin. Sejak kecil, hidupnya telah direnggut oleh sebuah kecelakaan yang melumpuhkan tangan kirinya
dan membuat kaki kirinya tak lagi bisa berfungsi normal. Ia tumbuh dalam keterbatasan, menyaksikan teman-teman sebayanya berlari dan bermain, sementara ia hanya bisa duduk dan menahan tangis. Ketika usianya bertambah, harapan untuk memiliki kehidupan yang layak semakin menjauh, terlebih saat ia menyadari bahwa cinta dan pernikahan hanyalah angan yang tak pernah menghampiri. Banyak wanita yang menghindar, mungkin karena tubuh Daday tak lagi utuh, atau karena nasibnya yang tak seindah cerita dongeng.
Setiap hari, Daday harus menyeret tubuhnya yang renta menyusuri jalanan kota, menjual tisu dan kantong plastik demi menyambung hidup. Tak jarang ia juga memunguti barang bekas, mencoba memeras sedikit rupiah dari sampah yang diabaikan orang lain. Kakinya yang cacat tak bisa dikenakan alas kaki, membuatnya harus menahan perih saat menginjak kerikil, pecahan kaca, atau paku yang tersembunyi di balik debu jalan. Luka-luka itu kerap menganga, bernanah, dan menebar ancaman tetanus yang bisa mencabut nyawanya sewaktu-waktu. Namun semua itu belum cukup untuk membuatnya berhenti, karena Daday tahu, tak ada yang akan menggantikan perannya dalam keluarga.
Daday bukan hanya menanggung penderitaan atas dirinya sendiri. Di rumah, ada sang kakak, Cucum, perempuan berusia 83 tahun yang sering sakit-sakitan dan tak lagi mampu mengurus dirinya sendiri. Setiap malam setelah pulang mengais rejeki, Daday masih harus merawat kakaknya,meski tubuhnya sendiri telah hampir rubuh. Ia tak pernah mengeluh, hanya sesekali menatap kosong ke langit-langit rumah sambil menahan air mata yang tak sempat jatuh. Dalam diamnya, tersimpan kesedihan yang dalam: tentang hidup yang tak memberinya jeda, tentang tanggung jawab yang terus membebaninya, dan tentang harapan yang kian pudar ditelan waktu.
Di tengah segala kepedihan itu, Daday tetap memeluk harapan kecil yang tak pernah ia bunuh: ia ingin punya usaha kecil di rumah, agar tak perlu lagi berkeliling menantang maut di jalan raya yang ramai dan ganas. Ia ingin bisa bekerja dekat dengan rumah, di bawah atap sendiri, agar tak perlu lagi merasakan dinginnya malam dan tajamnya jalan. Namun untuk mewujudkan itu pun, ia hanya bisa berharap. Tak ada dana, tak ada bantuan. Hanya ada doa yang ia bisikkan setiap kali melewati malam yang sunyi—doa yang mungkin terdengar lirih, namun berasal dari hati yang telah terlalu lama terluka.
Sahabat Inisiatif, mari kita bantu wujudkan mimpi Daday untuk memiliki usaha di rumahnya sendiri. Setiap hari, ia berjalan dengan langkah yang sempoyongan di sepanjang jalan yang ramai dilalui truk dan mobil besar—padahal tubuhnya kian hari kian melemah. Bahaya selalu mengintai, dan setiap langkah bisa saja menjadi yang terakhir. Namun, demi menghidupi dirinya, Daday terus bertahan. Kini saatnya kita hadir, bukan hanya sebagai harapan, tapi sebagai penyelamat, agar ia tak lagi harus mempertaruhkan nyawanya demi sesuap nasi.
Kantor Yayasan Wahdah Inisiatif Kebaikan
Jl. Graha Jati No.5 RT001/RW013 Desa Lagadar, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kode Pos 40216
Informasi & Konfirmasi Donasi
+62 877-7717-71745 ( Call Center )
Tanda Terdaftar
AHU-0017625.AH.01.04. TAHUN 2023
Belum ada Fundraiser
Menanti doa-doa orang baik